2016, H-5 sebelum seminar hasil Tugas Akhir.
"Raaaas... besok ayo ikut!" sebuah pesan mengetuk pintu ponselku. Mereka, beberapa manusia yang kukenal lewat perkumpulan Arek Persma (Pers Mahasiswa) Malang Raya, mengajakku turut serta bercamping ria. Sebenarnya aku tak boleh pergi kemana-mana. Sebenarnya aku harus berada di rumah. Berdiam diri, bertafakur, menemani adik di rumah, dan mendoakan Bapak-Mama yang sedang melakukan perjalanan ke negeri yang jauh. Akan tetapi, ada juga dorongan dalam diriku untuk memenuhi ajakan itu. Kapan lagi piknik bersama mereka.... Dengan dalih tugas akhir, aku kembali ke perantauan dengan meninggalkan adikku beserta segenap rencana membersihkan rumah. Perasaan bersalah dan tak tenang terus menyelimuti. Aku takut terjadi apa-apa....
"Raaaas... besok ayo ikut!" sebuah pesan mengetuk pintu ponselku. Mereka, beberapa manusia yang kukenal lewat perkumpulan Arek Persma (Pers Mahasiswa) Malang Raya, mengajakku turut serta bercamping ria. Sebenarnya aku tak boleh pergi kemana-mana. Sebenarnya aku harus berada di rumah. Berdiam diri, bertafakur, menemani adik di rumah, dan mendoakan Bapak-Mama yang sedang melakukan perjalanan ke negeri yang jauh. Akan tetapi, ada juga dorongan dalam diriku untuk memenuhi ajakan itu. Kapan lagi piknik bersama mereka.... Dengan dalih tugas akhir, aku kembali ke perantauan dengan meninggalkan adikku beserta segenap rencana membersihkan rumah. Perasaan bersalah dan tak tenang terus menyelimuti. Aku takut terjadi apa-apa....
"Besok kumpul jam 9, berangkat jam 11!" begitu bunyi kabar yang kudapat sehari sebelumnya. (atau kumpul jam 11 berangkat jam 1? Aku lupa, pokoknya jam segitu)
Kamis pagi, aku berusaha menyelesaikan naskah tugas akhir yang akan kuseminarkan Selasa depan. Aku tidak punya waktu lagi karena Senin bertepatan dengan tanggal merah dan Sabtu kampus libur. (Seharusnya naskah sudah berada di tangan penguji paling lambat seminggu sebelum seminar, tapi yaa.... begini ini kenakalan jaman kuliah. Mohon dimaafkan. Saya sungguh menyesal kok).
Ternyata, aku tidak mampu menyelesaikan naskah itu. Meski kelihatannya tinggal sedikit, ternyata memerlukan waktu banyak juga. Tinggal finishing doang padahal. Targetku mengumpulkan sebelum berangkat camping tidak terlaksana. Apalagi, aku sudah dijemput sangat sangat awal. Aku pun tidak berniat membawa pekerjaanku karena kupikir aku akan stuck dan tidak bisa mengerjakannya di sekretariat tempat kami berkumpul. Ternyata........ janji untuk berangkat jam 1 molor hingga sore hari. Demi melihat kemoloran yang tidak ada tanda segera berujung, aku memutuskan untuk melesat ke kos-kosan dan menyelesaikan tugasku yang tinggal sedikit lagi. Aku melakukannya dengan kecepatan 4G premium, tak peduli lagi banyak halaman yang keliru atau pengaturan daftar isi yang masih carut marut. Melihat temanku juga menyelesaikan tugasnya sembari menunggu, aku menyesal telah membuang waktu.
"Kalau kalian wes siap berangkat, aku ditinggal aja." kataku. Aku seribu kali serius saat mengajukan diri untuk ditinggal. Tak apa, bisa nyusul. Kalaupun gak ikut juga gaapa. Ternyata mereka memberatkan permintaanku, mereka menunggu.
Hingga sore mereka akhirnya berangkat juga. Hanya satu orang yang akan memboncengku yang masih tinggal. Dia pun menyusul ke rumah kosku. Karena tahu dia masih akan menunggu sangat lama, aku menyuruhnya kembali ke kampus, tempat kami berkumpul. (Kasian loh... dia lari bolak-balik dari kampus ke kos-kosan karena sepeda motornya ada padaku) Menjelang maghrib, aku menyusulnya.
Tak kusangka perjalanan menyusuri pegunungan Malang Selatan begitu mencekam. Meskipun berkali-kali ke sana, belum pernah aku menjalani perjalanan malam seperti ini. Aku juga tidak berpikir akan berbahaya. Ternyata, temanku itu cukup menyimpan kekhawatiran selama perjalanan. Bagaimana tidak, kami sendirian saja melewati pegunungan yang berliuk-liuk dan dipenuhi pohon kopi. Tak ada orang lain, tak ada penerangan selain lampu sepeda motor, bahkan hanya ada satu dua rumah penduduk yang juga gelap gulita. Saat menoleh ke belakang, yang terlihat hanya bayangan-bayangan hitam dalam latar yang juga hitam.
"Awas nanti kita diculik hantu, dibawa ke dunia lain." katanya, entah bercanda, entah beneran takut.
"Hahaha," bodohnya aku yang polos-polos saja tanpa takut sedikitpun.
Tak hanya itu, hujan deras mengguyur tanpa ampun. Basah, dingin, dan gelap menaungi perjalanan kami. Beruntung, tak jauh sebelum deras kami menemukan sebuah kios—entah bengkel atau apa—untuk berteduh. Meski masih gelap gulita, setidaknya kami tidak basah. Setelah dirasa mereda, kami memulai perjalanan lagi. Kok nggak sampek sampek yaa rasanya. Hingga tiba di suatu pertigaan, kami belok kiri. Dari sisi sebelah kiri pertigaan itu, kami mendengar seruan.
"Hooooooy!!!!" kawanku membalikkan kemudi, kembali ke pinggir pertigaan itu.....
(bersambung)
Komentar
Posting Komentar