Langsung ke konten utama

Bonek Hikers. Part 4: Akhir Cerita Kita

The most favourite spot. Couldn't find a more beautiful yellow flowery field....


Setelah pikiran yang blingsatan ke mana-mana. Setelah keresahan yang mengubun-ubun. Selepas keputusasaan yang nyaris memuncak. PADANG SAVANA.......

"Subhanallah......"

"Allahu Akbar!"

Kami semua jatuh terduduk. Sungguh luar biasa. Rasanya seperti surgaaaaa. Sekitar satu jam sebelum tengah malam kami sampai di padang luas tempat bermalam. Kami duduk sejenak, ingin bergulung-gulung di sana. Di padang inilah para pendaki biasa bermalam. Untuk menuju puncak, perjalanan hanya tinggal satu jam lagi.

"Ayo semangat. Tambah sedikit lagi jalannya, kita mendekat ke tenda-tenda lain."  kami pun beranjak. Para calon tetangga membantu mendirikan tenda. Tanpa mengkhawatirkan makan malam, kami langsung menata diri untuk shalat dan beristirahat.

Say Hi!
Coming back home

"Yang mau muncak ntar bangun jam tiga yaaa..."  beberapa memilih istirahat, tak sanggup memuncak.

Paginya, tak ada yang rela membuka mata.  Beberapa kali aku keluar masuk tenda, mencari-cari rombongan yang bisa 'menggandeng' kami menuju puncak. Tak ada tanda-tanda. Dari kawan-kawan sendiri pun tak ada yang berminat bangun. Aku memasang telinga lebar-lebar, mencari tanda-tanda perjalanan. Singkatnya, aku berhasil 'menodong' satu rombongan untuk mau bergabung. Kawan-kawan yang masih betah meringkuk di bawah selimut atau kantong tidur pun segera bergerak. Sekitar pukul empat, empat orang dari rombongan kami berangkat.
__________
Mathematicians union Physicians
[Aldy       Endi;  Almira    Bening]

Brrrrrrrrrrr.

Sesampainya di puncak, gerimis kian menderas menyambut kami. Hawa dingin menyambar tulang-tulang. Aku tak tahu apa yang kurasakan saat itu. Aku mencoba merenung selama shubuh di ketinggian 2868 mdpl. Jujur saja, semua makna telah kudapatkan selama perjalanan menuju Padang Savana. Semua pencapaian telah kuekspresikan saat berhasil mencapai tanah lapang beberapa meter di bawah sana.
The Bonek Hikers: Aldy, Dikita, Bening, Almira, Fitri, Dela, Endi

Pendakian itu bukan tentang puncaknya, melainkan tentang makna di setiap langkah perjalanan.
Pemandangan yang indah itu bukan ada di puncak, melainkan di sepanjang track yang berupa-rupa.

Wonderful neighbors
Menunggu kepulangan kawan-kawan dari puncak.
Hello....! Foto-foto di Savana juga cukup memuaskan
[Epilog]

Pendakian itu bukan tentang puncaknya, melainkan tentang makna di setiap langkah perjalanan. Sempat terjadi miss komunikasi antara rombongan kami yang berangkat ke puncak dan yang tinggal di Savana. Bersyukur masing-masing dari kami bisa berlapang dada sehingga tak sampai saling menyalahkan. Dalam perjalanan pulang, hujan deras kembali mengguyur. Kami tak punya nyali untuk menapakkan kaki. Alhasil, kami ngesot sepanjang turunan curam. Perjalanan turun kami habiskan lebih dari sepuluh jam. Menemui malam, kami merengek pada adik-adik pendaki untuk menemani kami yang melangkah terseok-seok. Sesampainya di rumah, kami bekerja keras untuk membersihkan diri dan pakaian yang tak karuan. Jas hujanku habis sudah setelah diajak pelorotan. Ada rasa jera, tak ingin bersusah-sudah seperti ini lagi. Namun timbul juga rasa rindu, ingin menjamah track-track itu lagi.

June 1, 2016. Before striving for final project to achieve Bachelor degree of Science

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jernih dan Hitam antara Kabut dan Merah Jambu #2-tamat

Semalam, aku tertidur di awan kelabu. Aku terus berpikir bagaimana jika aku terjatuh padahal aku ingin melihat pelangi. Lalu degup jantungku mengatakan sesuatu. “Tenang gadisku. Kalau kau terjatuh, kau akan terjatuh bersama-sama.”  Benar juga. Sama sekali tak masalah buatku. Tapi aku takut. Bagaimana jika aku terjatuh sebelum sempat menyentuhnya? Bagaimana? Kabut perlahan menipis. Kilau perlahan bercahaya. Apakah ini serangan fajar? Namun warna merah jambu belum memudar. Aku benar-benar tak tahu yang akan terjadi. Aku tak mampu berangan-angan lagi. Tapi kabut perlahan menipis. Aku harus segera bergerak kecuali ingin dihempas angin jahat. Aku mencoba mencari celah.

Pantai Kondang Merak

Curly surface from top of a hill Hampir genap setahun, kunjunganku ke Pantai Kondang Merak juga kulakukan pada tahun 2017, tepatnya pada tanggal 8 Maret (cuma postingan ini nih yang tanggalnya tercatat). Aku mengunjungi pantai—yang saat itu sedang sepi—dalam rangka menemani seorang 'kawan dekat' survei lapangan untuk penelitian tugas akhirnya. Nggak tau sih, beneran survei apa modus pengen ngajak jalan-jalan, wkwkwkwk . Great Barrier Reef ala Kondang Merak Berhubung bukan hari libur, pantai sangat sepi, bahkan hampir tidak ada pengunjung yang datang dalam waktu bersamaan. Untuk menuju Kondang Merak, kami tinggal mengikuti jalan ke arah Balekambang, lalu berpisah di sebuah perempatan. Keluar dari jalan raya, medan yang harus dilewati terhitung cukup sulit. Tanjakan-tanjakan berupa tanah berbatu mudah saja membuat pengendara sepeda motor kehilangan keseimbangan. Menurut wikipedia, saat kondisi jalan normal pengunjung bisa menempuh perjalanan dari perempatan ...