Sumber gambar: www.wallpapercave.com |
Hari
telah berganti malam. Tadi, aku sempat terkejap karena sinar fajar
menyilaui lamunanku. Tampak bayang-bayangmu di ujung jalan, bergerak
konstan, entah mendekat entah menjauh. Kau genggam setangkai bunga mawar
di tanganmu. Dari gemulainya mega, aku melihat kau menjatuhkan bunga
itu. Kau meninggalkannya untukku. Kuhampiri siluetmu, kuganti lamunanku
yang meninggi rupa dengan harapan indah tiada tara. Kuhampiri siluetmu.
Selang
kemudian aku terhenti seperti terpental. Aku tak tahu akan berbuat apa.
Aku tak tahu akan bicara apa. Aku tercekat melihat kamu dalam masamu.
Aku mengisut mengetahui betapa lemahnya aku di belakangmu takut kau tak
membiarkanku berjalan di sampingmu menggenggam tanganmu.
Kakiku
berhenti tapi aku tetap berjalan seperti mendekatimu dalam angan-angan.
Kupungut mawar yang kau jatuhkan tadi untuk kuhidupkan dalam gelas kaca
di tepi ranjang. Tapi tidak. Tidak. Itu bukan bunga mawar. Itu bukan
bunganya! Ini hanya sehelai daun yang tak kuat lagi bergandol pada sang
tangkai. Kupaksa mataku untuk melihat lagi, mencari tahu. Ternyata bunga
mawar yang setangkai itu masih di tanganmu. Aku tersenyum, senyum yang
masam. Kubuka telapak tanganku, kutidurkan sehelai daun itu. Lemas.
Kuyu. Ingin mati tapi belum waktunya. Ia masih hijau, hanya sekarat.
Lalu
apa yang bisa kulakukan? Aku tak bisa menghampirinya—si pemegang bunga
mawar—walau aku ingin. Lalu apa, apa? Dia tak mungkin menoleh jika tak
kusapa. Dia tak akan mengenalku bila aku tak nampak di depan matanya.
Tapi apa? Sebuah ketulusanlah yang bisa menjawabnya.
Kubasuh
dengan lembut sehelai daun tadi. Kuletakkan ia di gelas kaca di tepi
ranjang lalu kutaburi dengan segenggam pasir. Aku merebah. Kulupakan
semua. Aku lelah. Lalu bayangan-bayangan di kepalaku datang dan
membuatku marah. Bunga mawar itu dibawanya ke sebuah tempat yang disitu
banyak orang menghampirinya dan kau melayani mereka. Aku marah. Aku
menjaga sehelai daun itu sementara kau dan bungamu di sana bersama
mereka. Aku marah. Kupejamkan mataku dan kulewatkan hari itu.
Kulewatkan semangatmu di bawah siang yang membara. Kulewatkan siang yang
bergembira bersamamu. Lalu aku terbangun saat petang. Saat surya dan
semangatnya telah pergi. Lalu aku sampai pada fajar yang membawa
siluetmu lagi, dan tertidur untuk melewatkan siangnya lagi, hingga kelam
menyelimutiku lagi. Dan kau pun ternyata tak sebaik itu. (28 Januari
2014)
Ini hanya ungkapan. Semua hanya
ungkapan. Tapi semua ini nyata. Nyata bahwa kamu adalah seseorang itu.
Seseorang itu yang menarikku bangkit dari pendamanku, kalau saja kau
tahu.
Suara Latar: : "Wild Flower" by Richard Clayderman (https://www.youtube.com/watch?v=V145ABTTwcE)
Komentar
Posting Komentar