2016.
Saat
ini, aku hidup di atas tiga dunia berbeda. Bukan fantasi, bukan cerita
imajinasi. Aku memang berada di tiga dunia yang walau berbeda tetapi masih
berada dalam dimensi yang sama. (ya jelas, kalo dimensinya beda juga, bahaya.
Perlu dipertanyakan aku ini masih berwujud orang atau bukan)
. 1. Matematika.
Dalam
tubuhku, matematika sudah mendarah daging, tak bisa dipisahkan. (ualay). Meski dalam ruang ini kalian
belum menemukan apa-apa tentang matematika, nanti (semoga) kalian akan mengerti
sendiri seberapa jauh kasmaranku padanya. Segala sesuatu akan terlihat
matematis jika diintip lewat mataku. Dia ibarat cinta sejati. Berkali-kali
ditolak tidak sekalipun membuatku jera, sampai akhirnya aku bisa mendekat walau
masih dalam tahap PDKT. (Ini bukan ngelantur ya. Nanti lah, nanti, aku akan
menuliskan kisah cintaku yang satu ini)
2. Jurnalistik.
Kalau
yang ini, aku juga tak tahu mengapa aku bisa bertahan begitu lama. Semua bermula
dari keinginan dan bayangan iseng masa
SMP. Saat itu, majalah sekolah mati dan tak ada ekstra kurikuler jurnalistik
yang mewadahi. Tiba-tiba, timbul fantasi untuk membentuk tim jurnalistik yang
berjalan-jalan di sawah sepulang sekolah (kenapa sawah, entahlah, mungkin
karena rumah mepet sawah), menengok
kanan-kiri, lalu menemukan sesuatu yang unik untuk diberitakan. Konyol. Padahal waktu itu ngerti aja enggak. Jurnalistik
itu apa, isinya macam apa, kulitnya warna apa, bijinya ada berapa, mana tau. Ngasal
aja sebut istilah jurnalistik. Tapi toh hasrat ini terwadahi di SMA, bahkan
sampai tumpah-tumpah. Sampai tak kuat menghadapi tantangan yang saat itu
menurutku ada di luar batas kemampuan. Kenyataannya? Sampai sekarang kuliah udah mau lulus, masih belum pensiun juga, men.
3. Musik.
Lhaaaaa..... Kalau ini barulah baru. Tanpa ada modal
memadai, tiba-tiba saja nyemplung ke
dunia seni musik. Padahal seni-seni
sebelumnya gak pernah nyerempet-nyerempet musik. paling-paling muter di seni
rupa, seni lukis, atau seni tulis alias sastra. Tapi lika-liku perjalanan
musikku lumayan asoy lho. Ya.... mulai dari yang bondo nekat, pengalaman
memalukan, mengagetkan, menggalaukan, sampai masuk rumah sakit pun seumur-umur
ya cuma gara-gara musik. Padahal seseorang pernah menasihatiku, “Jangan
pernah jadikan musik sebagai alasan untuk kegagalanmu.”, ya termasuk sakit toh. Jangan jadikan musik sebagai alasan
sebagai sakitmu.Lha tapi nyatanya gitu, gimana dong?
Yasudah.....
tunggu saja cerita-ceritanya ya..... Salam!
Komentar
Posting Komentar