Langsung ke konten utama

Tajin Palapa, Sarapan Gurih Menggigit Lidah

 

Yang paling sedih dari menulis artikel ini adalah karena saya tidak punya foto original. Waktu terakhir pulang dan makan tajin, saya baru ingat untuk memfotonya ketika sudah habis separuh. Karena itu untuk sementara saya gunakan foto orang lain yang saya dapat dari laman cookpad. Saya pilih foto yang dilengkapi dengan nama pemilik foto untuk menunjukkan bahwa ini bukan foto saya sendiri.

Beberapa kali menulis subrubrik "travel", saya harus mencoba mengisi subrubrik sebelahnya juga, yaitu "kuliner". Ada satu kuliner yang bagi sebagian orang terlihat aneh dan tidak umum. Kawan-kawan pasti akrab dengan bubur bukan? Bubur apa saja yang biasa kawan-kawan temui? Bubur kacang ijo? Bubur merah? Bubur sum-sum? Bubur ayam? Hmmmmm jangan ngiler dulu ya membayangkan bubur ayam jakarta yang sudah tersebar di mana-mana. 

Bagaimana dengan tajin palappa, apakah kawan-kawan kompasioner pernah mendengarnya? Kalau belum, inilah saatnya kalian berkenalan dengan menu sarapan khas Situbondo yang tiada duanya!

Tajin palappa merupakan sarapan simpel yang bisa bikin ketagihan (paling tidak buat saya). Nama tajin palappa sendiri berasal dari bahasa Madura, yaitu tajin yang berarti bubur dan palappa yang berarti bumbu atau rempah-rempah. Agar terasa gurih, bubur dimasak dengan santan. Seperti bubur ayam jakarta, tajin yang diracik oleh suku Madura di Situbondo ini juga berkuah, namun kuahnya bukan kuah sup ataupun kaldu ayam seperti yang biasa dihidangkan di restoran. 

Seporsi tajin palappa cukup dibubuhi dengan "kulupan" (sayuran yang dimasak dengan cara direbus sebentar lalu ditiriskan) kangkung dan tauge atau (ke)cambah lalu disiram dengan bumbu kacang. Lho kok bumbu kacang? Iya, di sinilah keunikannya.

Bumbu kacangnya sendiri tentu berbeda dengan bumbu rujak, pecel, maupun gado-gado. Palappa kacang ini hanya berkomposisi kacang dan petis ikan yang dihaluskan dengan sangat encer. Tajin palappa akan lebih sedap jika dilengkapi dengan "hongkong" (di daerah lain biasa disebut weci/ote-ote/bakwan) lalu disiram bumbu kacang hingga merendam seluruh permukaan bubur. 

Hongkong yang baru digoreng akan memberikan sensasi kriuk-kriuk namun tetap basah karena telah terendam kuah palappa. Sarapan yang sangat menggoda ini mampu mengenyangkan lambung dengan harga hanya sekitar tiga ribu rupiah. Hayo, di mana ada sarapan sepiring penuh dengan harga 3000 selain di sini? 

Saat mampir di Situbondo, kawan-kawan wajib mencicipinya. Cara mencarinya cukup mudah. Ibu-ibu penjual tajin palappa tersedia hampir di setiap kampung. Tapi jangan kesiangan ya! Kalau kawan-kawan baru bangun tidur pukul 7 pagi, hampir dipastikan kalian sudah kehabisan. Tanyakan saja pada penduduk lokal tentang di mana kita bisa memperoleh tajin palappa. 

Kita tidak bisa menemukannya pada aplikasi google maps maupun gofood. Datanglah dan cicipi kenikmatannya. Saya yang sudah sekitar 8 tahun merantau saja hampir setiap pulang kampung pasti menagih suapan tajin palappa (tak lupa dengan permintaan bebas micinnya). 

Bahkan sempat terpikir pula untuk jualan tajin palappa di daerah perantauan. Selain belum ada yang menyamai, harganya juga sangat murah apalagi untuk ukuran kota besar, sehingga hampir pasti akan laris. (al)

Note: Saya belum benar-benar memastikan apakah tajin palappa ini makanan asli Situbondo atau asli Madura. Keduanya berhubungan karena penduduk asli Kabupaten Situbondo adalah suku Madura yang dahulu kala menyeberangi selat menuju pulau Jawa. Dari dua teman asal Madura yang saya tanyai, yang satu (Pamekasan) mengatakan tidak tahu sama sekali tentang tajin palappa, sedang satunya lagi (bangkalan) berkata bahwa tajin palappa adalah masakan tradisi keluarga.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jernih dan Hitam antara Kabut dan Merah Jambu #2-tamat

Semalam, aku tertidur di awan kelabu. Aku terus berpikir bagaimana jika aku terjatuh padahal aku ingin melihat pelangi. Lalu degup jantungku mengatakan sesuatu. “Tenang gadisku. Kalau kau terjatuh, kau akan terjatuh bersama-sama.”  Benar juga. Sama sekali tak masalah buatku. Tapi aku takut. Bagaimana jika aku terjatuh sebelum sempat menyentuhnya? Bagaimana? Kabut perlahan menipis. Kilau perlahan bercahaya. Apakah ini serangan fajar? Namun warna merah jambu belum memudar. Aku benar-benar tak tahu yang akan terjadi. Aku tak mampu berangan-angan lagi. Tapi kabut perlahan menipis. Aku harus segera bergerak kecuali ingin dihempas angin jahat. Aku mencoba mencari celah.

Bonek Hikers. Part 4: Akhir Cerita Kita

The most favourite spot. Couldn't find a more beautiful yellow flowery field.... Setelah pikiran yang blingsatan ke mana-mana. Setelah keresahan yang mengubun-ubun. Selepas keputusasaan yang nyaris memuncak. PADANG SAVANA....... " Subhanallah......" "Allahu Akbar!" Kami semua jatuh terduduk. Sungguh luar biasa. Rasanya seperti surgaaaaa. Sekitar satu jam sebelum tengah malam kami sampai di padang luas tempat bermalam. Kami duduk sejenak, ingin bergulung-gulung di sana. Di padang inilah para pendaki biasa bermalam. Untuk menuju puncak, perjalanan hanya tinggal satu jam lagi. "Ayo semangat. Tambah sedikit lagi jalannya, kita mendekat ke tenda-tenda lain."  kami pun beranjak. Para calon tetangga membantu mendirikan tenda. Tanpa mengkhawatirkan makan malam, kami langsung menata diri untuk shalat dan beristirahat. Say Hi! Coming back home "Yang mau muncak ntar bangun jam tiga yaaa..."  beberapa memili...

Pantai Kondang Merak

Curly surface from top of a hill Hampir genap setahun, kunjunganku ke Pantai Kondang Merak juga kulakukan pada tahun 2017, tepatnya pada tanggal 8 Maret (cuma postingan ini nih yang tanggalnya tercatat). Aku mengunjungi pantai—yang saat itu sedang sepi—dalam rangka menemani seorang 'kawan dekat' survei lapangan untuk penelitian tugas akhirnya. Nggak tau sih, beneran survei apa modus pengen ngajak jalan-jalan, wkwkwkwk . Great Barrier Reef ala Kondang Merak Berhubung bukan hari libur, pantai sangat sepi, bahkan hampir tidak ada pengunjung yang datang dalam waktu bersamaan. Untuk menuju Kondang Merak, kami tinggal mengikuti jalan ke arah Balekambang, lalu berpisah di sebuah perempatan. Keluar dari jalan raya, medan yang harus dilewati terhitung cukup sulit. Tanjakan-tanjakan berupa tanah berbatu mudah saja membuat pengendara sepeda motor kehilangan keseimbangan. Menurut wikipedia, saat kondisi jalan normal pengunjung bisa menempuh perjalanan dari perempatan ...