Langsung ke konten utama

Sumber Pitu: Wisata Air Terjun Berbonus Pendakian Tipis-tipis



Sumber Siji. Terlihat kenampakan air terjun kecil di belakangnya (atas). Itulah Sumber Papat yang kemudian menyatu menjadi Sumber Siji.



Setelah berkali-kali mengulas catatan yang late post, kali ini penulis menyajikan catatan real time, yakni one day escape tiga hari lalu. Apakah late posts-nya sudah berakhir? Oh, not yet! Masih banyak postingan-postingan yang masih berbentuk janin alias draft, belum dilahirkan.

Sumber Siji-Sumber Pitu-Sumber Papat dalam satu wadah.


Panorama Sumber Pitu. Sayangnya kami tidak bisa mendekati apalagi nggerojog di bawahnya karena saat itu becek dan banyak longsoran.

Escape ini bermula dari kunjungan wisuda di Universitas Brawijaya pada hari Sabtu, 10 Februari lalu. Sesungguhnya hari itu bertepatan pula dengan hari kelahiranku. It's not the best moment, though. Actually it was bad. (gak penting, okeskip!). Hadiah wisuda yang ingin kuberikan dengan kunjungan dadakan berjalan buruk. It wasn't a coincidence visit. I have managed my holiday since two weeks before. Mendadak ada banyak hal yang membuatku bad mood seketika. So everything didn't work well. Aku merasa hari itu sia-sia. (entahlah, semoga seseorang yang kukunjungi baik-baik saja dan menerima kehadiranku dengan sukacita)


Bonus gambar: Dan inilah kenampakan wisudaan hari itu.
Penantianku yang panjaaaaaang menjadi indah karena ditemani balon-balon sabun. Wisudanya bubar pukul sebelas, keretaku sampai pukul tujuh dari Surabaya. Apa saja yang kulakukan? Menangkapi balon-balon sabun milik anak-anak kecil di sebelahku.


Afterall, aku ingin kembali ke Surabaya malam itu juga, berharap Minggunya bisa istirahat seharian. Sayangnya, tiket kereta ludes hingga minggu malam. Sudahlah, saya menginap saja. (Di sini saya merasakan salah satu benefit menjadi anggota organisasi semasa kuliah. Ketika kita kembali ke kota rantau itu, masih banyak kawan atau adik tingkat satu organisasi yang bisa ditumpangi dengan tangan kosong alias gratisan. :D) Sembari menunggu kawan-yang-akan-ditumpangi-selesai menonton "Mata Najwa on Stage" di Universitas Negeri Malang, akupun membuntuti kawankuyaitu tersangka yang kudatangi wisudanyamengikuti kelas filsafat di Semeru Art Gallery. Pertemuan hari itu mengupas Filsafat Cina. @_@


Keluar wilayah Desa Pujonkidul angsung disambut oleh perbukitan asri.

Karena kondisi yang tak begitu baik di Sabtu malamnya, aku memutuskan tidak kemana-mana lagi dan langsung pulang pada Minggu siang. Karena itu, sepagian penuh aku santai saja. Tiba-tiba, keputusanku berubah kembali untuk mengajak kawankusi tersangka tadimakan siang. Biasalah, balada anak labil. Meskipun bukan anak-anak, statusnya kan masih tetep anak. Aku berniat untuk langsung saja menuju tempat makan dan menunggu kawanku disana, biar nggak kebanyakan cek cok. Namun rencana itu tidak terlaksana hingga kami mencari makan bersama. Warung yang kutuju pun ternyata membuat kecewa. Selain menu yang kuincar sudah habis, antrenya pun lamaaaaaaaaaaa sekali hingga membuat kami yang bermenit-menit diem-dieman sampai bisa ngobrol naik turun.

Pesona syuruq Senin pagi saat meninggalkan Kota Bunga.

"Lho tempo hari kepingin main. Sekarang udah ada waktu, ada sangu, kok malah keburu pulang..." aaaaah, dia mengingatkanku.

Iya sih, aji mumpung ini. Mumpung ada kesempatan.

Setelah kupikir lagi, kenapa juga keputusannya terlambat begini. Memang kemarin sore aku berniat untuk menghabiskan Minggu pagiku di tempat yang bernuansa ijo-ijo. Bedengan, misalnya. Namun berhubung moodku anjlok, aku mengurungkan rencana itu. Kalau saja niat jalan-jalannya nggak menguap, kan bisa pergi dari pagi. Bukannya malah kesiangan begini.


Sumber Pitu terletak di pinggiran Gunung Kawi

Tak apalah, memang salahku sendiri labil. Setelah cek cok sedikit, kami berangkat ke Sumber Pitu sekitar pukul satu. Setelah menempuh kurang lebih 40 menit perjalanan, sampailah kami di desa wisata Pujonkidul. Pujonkidul sengaja dipugar demi memfasilitasi gairah wisatawan jaman now yang gemar berburu spot foto sebagai bukti eksistensi liburan mereka. Tak bisa berkata banyak, aku sendiri belum tahu apa saja yang tersedia di desa wisata ini.


Selamat datang di Desa Wisata Pujonkidul


Sebelum memulai trek berbatu.

Lepas dari kawasan penduduk di Desa Pujonkidul, kami beralih ke jalanan berbatu yang hanya bisa dilewati kendaraan roda dua dan jeep. Dibanding sebagai sarana transportasi, trek berbatu ini lebih cocok dikatakan sebagai sarana ngetrail. Jalan yang menguji keterampilan berkendara ini berkelok membelah hutan dan ladang, jauh dari kawasan perumahan. Lewat pukul dua, kami mulai was-was karena medan yang kami tempuh semakin tak bersahabat. Jangan-jangan tersasar. Dari ulasan beberapa blogger aku tahu bahwa akses transportasinya memang tidak mudah, tapi tak mengira juga akan sejauh ini. Apalagi tak ada pengendara atau pengunjung lain yang kami temui di kawasan itu. Hanya satu dua penduduk yang membawa rerumputan.


Di tengah kelelahan yang memuncak, pemandangan ini mampu mengobati

Pukul 14.15, kami tiba di parkiran sekaligus loket masuk. Alhamdulillah.... Ternyata pengunjung Sumber Pitu di Minggu sore itu sangat sepi. Wajar saja jika kami tidak menemui siapapun sepanjang jalan. Hanya ada tiga rombongan selain kami berdua. Dua rombongan yang masing-masing beranggotakan sepasang manusia sudah OTW pulang ketika kami berangkat. Satu rombongan sisanya, berisi sekitar tujuh laki-laki, berjalan di waktu yang hampir bersamaan dengan kami.


Sebelum gempor menyerang, kaki masih tegap melangkah, nafas masih utuh berembus.

Sepaket Sumber pitu sebenarnya terdiri atas tiga macam air terjun, yakni Sumber Siji (air terjun tunggal dan paling besar), Sumber Pitu (tujuh air terjun yang berjajar, sebenarnya jumlahnya lebih dari tujuh, mungkin pernah terpecah karena fenomena alam), serta Sumber Papat (empat air terjun yang terletak di paling ujung di ketinggian 1500 mdpl, serta menyatu menjadi Sumber Siji yang jatuh di bawahnya).


Sumber siji dari kejauhan beserta satu rombongan yang tiba lebih dulu, kalau saja anda bisa melihat.

Tepat satu jam kami berjalan kaki menyusuri lereng Gunung Kawi. Keseluruhan medannya menanjak. Tanjakan-tanjakan yang dinilai curam sudah dipermudah dengan anak-anak tangga sederhana. Kenapa nggak ada yang bilang sih kalau tracknya bakal sejauh ini. Ini sih sama aja separonya Gunung Panderman. Aku tahu, kebanyakan air terjun masih harus dicapai dengan medan yang mblasak-mblasak, tapi kalau sejauh dan seberat ini, ya harus pemanasan juga kan. Disinilah ayas (ayas: saya, bahasa Malangan) mulai mengomel....


Sumber Pitu dari kejauhan

Meski bikin gempor, perjalanan menuju Sumber Pitu ternilai worth it. Kondisi alam sekitarnya sedap dipandang mata. Kombinasi cahaya sore, kabut, ladang penduduk, dan pegunungan di kejauhan membuat indah suasana. Hanya perasaan khawatir akan datangnya gelap dan hujan yang merusak kenikmatan dan memaksa untuk mempercepat langkah. Satu jam, kami tiba di Sumber Siji. Woooaaaaaahhhh...... segarnyaaaa. Aku tak ingat lagi bahwa yang kucari adalah tujuh air terjun. Aku sudah puas sampai di sini. Mungkin juga karena lelah, sampai-sampai aku tak ingat bahwa seharusnya yang kutemui adalah tujuh air terjun, bukan satu.


Setapak tanjakan di sebelah kanan aliran air untuk mencapai Sumber Pitu yang sebenarnya

Euforia tidak berlangsung lama. Kawanku langsung mengajak berjalan. Apaaa??? Masih belum sampai?? Kami pun mendaki lagi. Pendakian terakhir ini memakan waktu 15 menit saja, namun dengan medan lebih sulit. Jika kalian melihat-lihat foto di google, pasti foto yang didapat berbeda-beda, bergantung pada kondisi alam saat itu. Berhubung aku datang di musim penghujan yang rawan longsor, anak tangga yang dulu dibentuk pun sudah tinggal separo. Sisanya hanya tanjakan curam setapak yang juga dibalur dengan sisa-sisa longsoran. Untuk sampai di atas, kami berpegangan pada (tali) tampar yang sudah terpasang sepanjang tanjakan.


Hati-hati masbro... Pegangan sama tali!

Kemudian..... taraaaaaaaaaa!!!!! Dari balik bukit muncullah rahasia alam yang sedari tadi tersembunyi. Di bawah langit yang menyilaukan, sederet air terjun memberikan keindahan. Perjalanan kami berakhir sampai disitu. Akses menuju Sumber Papat yang tinggal sedikit lagi tak memungkinkan untuk kami taklukkan. Pertama karena sudah lelah, kedua karena jalan setapaknya becek dan longsor, ketiga karena khawatir kemalaman. Aku tak mau tertinggal di tengah hutan hanya berdua saja. Bahkan, kami juga tak bisa mendekat pada kaki Sumber Pitu. Padahal di sana sudah terpasang dua pasang bendera merah putih yang siap menyambut.

Sebagian Sumber Pitu dari jarak agak dekat


Bonus Foto: Emosi kabut sore yang menciptakan frame memesona, membagi bukit dan pepohonan dalam beberapa lapisan. Aaah... dari dulu selalu ingin membuat lukisan semacam ini.

Dan setelah kabut yang menutup hari, kami tutup pula perjalanan hari itu. Kembali tidak mendapatkan tiket kereta, aku menginap kembali dan pulang keesokan paginya.... Sampai jumpa lagi di escapes selanjutnya!!!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jernih dan Hitam antara Kabut dan Merah Jambu #2-tamat

Semalam, aku tertidur di awan kelabu. Aku terus berpikir bagaimana jika aku terjatuh padahal aku ingin melihat pelangi. Lalu degup jantungku mengatakan sesuatu. “Tenang gadisku. Kalau kau terjatuh, kau akan terjatuh bersama-sama.”  Benar juga. Sama sekali tak masalah buatku. Tapi aku takut. Bagaimana jika aku terjatuh sebelum sempat menyentuhnya? Bagaimana? Kabut perlahan menipis. Kilau perlahan bercahaya. Apakah ini serangan fajar? Namun warna merah jambu belum memudar. Aku benar-benar tak tahu yang akan terjadi. Aku tak mampu berangan-angan lagi. Tapi kabut perlahan menipis. Aku harus segera bergerak kecuali ingin dihempas angin jahat. Aku mencoba mencari celah.

Bonek Hikers. Part 4: Akhir Cerita Kita

The most favourite spot. Couldn't find a more beautiful yellow flowery field.... Setelah pikiran yang blingsatan ke mana-mana. Setelah keresahan yang mengubun-ubun. Selepas keputusasaan yang nyaris memuncak. PADANG SAVANA....... " Subhanallah......" "Allahu Akbar!" Kami semua jatuh terduduk. Sungguh luar biasa. Rasanya seperti surgaaaaa. Sekitar satu jam sebelum tengah malam kami sampai di padang luas tempat bermalam. Kami duduk sejenak, ingin bergulung-gulung di sana. Di padang inilah para pendaki biasa bermalam. Untuk menuju puncak, perjalanan hanya tinggal satu jam lagi. "Ayo semangat. Tambah sedikit lagi jalannya, kita mendekat ke tenda-tenda lain."  kami pun beranjak. Para calon tetangga membantu mendirikan tenda. Tanpa mengkhawatirkan makan malam, kami langsung menata diri untuk shalat dan beristirahat. Say Hi! Coming back home "Yang mau muncak ntar bangun jam tiga yaaa..."  beberapa memili...

Pantai Kondang Merak

Curly surface from top of a hill Hampir genap setahun, kunjunganku ke Pantai Kondang Merak juga kulakukan pada tahun 2017, tepatnya pada tanggal 8 Maret (cuma postingan ini nih yang tanggalnya tercatat). Aku mengunjungi pantai—yang saat itu sedang sepi—dalam rangka menemani seorang 'kawan dekat' survei lapangan untuk penelitian tugas akhirnya. Nggak tau sih, beneran survei apa modus pengen ngajak jalan-jalan, wkwkwkwk . Great Barrier Reef ala Kondang Merak Berhubung bukan hari libur, pantai sangat sepi, bahkan hampir tidak ada pengunjung yang datang dalam waktu bersamaan. Untuk menuju Kondang Merak, kami tinggal mengikuti jalan ke arah Balekambang, lalu berpisah di sebuah perempatan. Keluar dari jalan raya, medan yang harus dilewati terhitung cukup sulit. Tanjakan-tanjakan berupa tanah berbatu mudah saja membuat pengendara sepeda motor kehilangan keseimbangan. Menurut wikipedia, saat kondisi jalan normal pengunjung bisa menempuh perjalanan dari perempatan ...