Malam ini rembulan bersembunyi di balik awan jingga. Aku mengulang serpihan-serpihan memori masa lalu, gusar meresapi setiap kemelut yang pada akhirnya kurang bermakna. “Jangan kembali!” Sentakan itu terasa jelas dalam satu bagian ingatanku. Jelas sejelas tetesan embun pada ilalang yang dingin menggores mata kaki waktu aku pulang tadi. Sengaja tak kukenakan kaos kaki seperti biasa karena kupikir serangan nyamuk dan sayatan angin malam bisa membantuku menyamarkan reaksi saat kau menegurku seperti dua malam lalu. Aku mengulang serpihan-serpihan memori masa lalu. Perlu kau tahu, masa lalu itu adalah malam tadi dan dua malam lampau. “Kau tak harus memasuki pintu ini. Bahkan kau tak boleh memaksaku membuka kuncinya. Aku pun telah berjanji untuk menutupnya darimu.” “Terimakasih. Terimakasih telah mengantarku kembali.” Sayang, dia tak mendengar terimakasihku. Belum sempat aku mencerna kata-kata yang dia lontarkan saat kami sampai di gerbang rumah, dia sudah melesat...